Mengatasi Kasus Kekerasan Anak dan Perempuan Tugas Bersama

oleh

MANGGAR, BELITONGBETUAH. com – Asisten Bidang Pemerintahan dan Kesra, Setda Beltim Sayono mengatakan, mengatasi kasus kekerasan perempuan dan anak bukan hanya tugas Pemerintah melainkan tugas semua pihak.

Permasalahan pelecehan seksual atau yang menyangkut perempuan dan anak bisa terjadi, menurut Sayono dikarenakan pastinya ada hal-hal yang belum dilakukan diawal, sehingga pertanyaannya adalah, kenapa ini bisa terjadi.

Karena itulah imbuh Sayono, semua pihak yang terkait harus mempunyai komitmen yang serius dalam rangka mewujudkan Kabupaten Beltim yang baik, seperti bagaimana cara memperhatikan perlindungan perempuan dan anak.

“Kita tidak mencari kambing hitam, siapa yang salah, siapa yang benar. Tetapi pertanyaannya ketika semua bertanggung jawab, kita koreksi masing-masing. Pemerintah akan koreksi dimana letak titik lemah pemerintah, pihak lain juga demikian, karena kita tidak bisa tahu gerakan semua orang, kecuali ada yang menginformasikan,” kata Sarjono kepada BB, usai Pelatihan Mediator pada kegiatan penguatan dan pengembangan lembaga penyedia layanan anak yang memerlukan perlindungan khusus tingkat Kab. Beltim, Rabu (10/08/2022).

Menurutnya, ketika semua pihak sudah mempunyai kesepahaman dan sudah terbangun, diyakini tidak akan ada permasalahan tersebut. Sebab, sepanjang masih ada, berarti kita semua masih gagal apalagi anak ini investasi masa depan.

Tentunya Pemerintah tidak ingin meninggalkan generasi-generasi yang lemah kedepannya. Untuk itu harus ditangani dengan baik. Artinya semua harus bertanggung jawab memberikan dorongan bantuan sehingga dia (korban) tidak dikucilkan dan tidak merasa berada dalam masalah besar serta merasa tidak ada lagi harga diri.

Tambahnya, mengatasi korban tersebut harus dibantu sehingga omongan – omongan yang tidak penting, tidak keluar mengenai masalah tersebut. “Jika tidak pada tempatnya jangan didiskusikan. Jadi kita diskusikan pada tempatnya supaya semua baik,” tukasnya.

Ia melanjutkan, ketika anak masih sekolah yang menjadi korban asusila sering kali seolah-olah anak yang salah dan akhirnya diberi sanksi. Mengeluarkan anak dari sekolah yang notabene-nya korban kekerasan asusila dari sekolah bukan solusi yang baik.

“Tapi justru bagaimana kita bangun diinternal sekolah, sebagai orang terdekat dalam kesehariannya selama ini supaya semuaya tidak bicara, ini aib kamu yang tidak bisa ditutupi, dak bisa dibuat baik, dak bisa menjamin,” ujarnya.

Sementara itu, Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Perlindungan Anak dan Perempuan, Dinas Sosial, Pemberdayaan masyarakat dan Kabupaten Belitung Timur, Lisa Melinda mengatakan, seorang anak yang menjadi korban kekerasan seksual tidak boleh dikeluarkan dari sekolah karena dia mempunyai hak untuk memperoleh pendidikan.

“Tapi kalau masalahnya dia tidak mau sekolah, kita libatkan orang tuanya, karena anak itu asuhan orang tuanya. Kita punya undang-undang perlindungan anak, salah satunya mendapatkan pendidikan,” ungkapnya.

Selain itu, pada jajaran Pemerintah Daerah dalam konsep kabupaten layak anak harus memperoleh pendidikan. Sebutnya, untuk mensukseskan kabupaten layak anak, harus meningkatkan 5 peringkat Pratama, Madya, Nindya, Utama, dan KLA.

“Bukan berarti kita ada kasus, kita tidak kabupaten layak anak. Tapi ketika ada kasus, itu tertangani dan terselesaikan,” pungkasnya (Arya)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *