Pemerintah Daerah Harus Beri Sanksi Kepada Perusahaan Sawit Yang Melanggar Aturan: Jadi Jangan Tengkaran!

oleh -

TANJUNG PANDAN, BELITONGBETUAH. com – Dalam Rapat Kerja para Anggota DPRD Provinsi Babel terkait harga TBS kelapa sawit Jumat pagi (16/9) di Wisma Bougenville, Tanjung pandan, Nata Sumitra Anggota Komisi II, memberikan 3 rekomendasi, terkait persoalan tersebut. Acara itu sendiri, dihadiri perwakilan dari perusahaan sawit yang ada di Pulau Belitong, dipimpin oleh Ketua Komisi II, Agung Setiawan, serta didampingi juga oleh Anggota Dewan lainnya, Hellyana dan Eka Budhiarta.

Adapun ke-3 rekomendasi itu yakni Pertama, meminta kepada perusahaan sawit untuk mentaati harga TBS yang telah ditetapkan pemerintah. Kedua, meminta Pemerintah daerah supaya berkoordinasi kepada pihak perusahaan kelapa sawit untuk menekan harga grading. Ketiga, mememinta Pemerinta daerah untuk mempertegas adanya sanksi-sanksi kepada perusahaan sawit yang tidak taat atau melanggar aturan untuk diberi peringatan tegas.

“ Jadi, selama ini mungkin dak de SP 1, SP 2. Ke depan harus ade Surat Peringatan itu, tujuan Cuma satu. Agar petani-petani sawit yang ada di Pulau Belitong ini bisa nyaman nak beridup kate urang. Mereka kan menggantungkan perioknye disitu,’’ pintanya.

Ditemui usai rapat, tepatnya selesai sholat Jumat, Nata menegaskan kepada perusahaan sawit yang melanggar aturan mesti diberikan sanksi. ‘’ Tapi kalau sudah diberi peringatan, masih tengkaran juak. Cabut IUP-nye. Merugikan masyarakat juak. Jangan sampai kite ngemis-ngemis kan mereka. Jadi pemerintah daerah, kalau ada aturan yah, tegakkan,” tukasnya.

Ia-pun lalu menceritakan tentang A. Z Fikri dari DPKP Babel yang datang ke PT. PUS. ‘’ Pegi ke PT PUS, termehek-mehek misal e. Geram kate e geram. Tapi gak tapak geram gitu, harus e berikan surat. Ini loh SP 1, mikak kalau dak ngingakan, berik pula peringatan. Dalam Perda Provinsi Nomor 19 tahun 2017 itu kan la tercantum,’’ jelasnya.

Karena itulah Nata menilai selama ini Pemerintah Daerah tidak tegas kepada perusahaan sawit. Hal tersebut bisa dilihat dari masalah harga, itu sudah jelas. Kemudian, dari gaji karyawan yang tidak sesuai dengan UMR. Itu sudah menandakan ketidak tegasan Pemerintahan Daerah.

Terkait ketidak tegasan tersebut, kembali ia memberikan contoh, ‘’ Sekarang yang di Aik Ruak, mereka kan lagi Replanting. Replating itu PT SMM, kalau kite liwat pinggir jalan itu, yang ada kuboran di Padang Lutong, kalau dak salah. Itu toh dipinggir jalan. Kelihatan benar sawit, baru tunas-tunas. Seharusnye, pemerintah tegas, ini loh, ade aturan e. Ade perda-nya. Itu kan jalan nasional. Jalan nasional itu 500 meter. Diindahkan ke, dari PT. SMM, endak! Dengan alasan mereka sudah sesuai dengan HGU. HGU yang mereka dapat diperpanjang, sampai dengan 2075 kate die,’’ bebernya.

‘’ Kata mereka dulu mane, HGU ini kan peraturan ( Perda) itu. Tapi kan ketika mereka replating, harusnya itu diindahkan. Aturan itu kan 2017. Sudahlah kebun-kebun mereka yang tanamannya sudah tinggi, tapi inikan baru nak replanting, kita tata kembali. Perda itu kan judul e Penataan Perkebunan Kelapa sawit. Kalau dak gitu, ape guna e muat Perda kemarik, dak usah dibuatlah,’’ tandasnya.

Dalam hal ini, Pemerintah Daerah harus tegas menegakkan Perda . Mereka harus diberi surat peringatan,’’ Atau diundang. Ini loh, kita punya aturan ini, kalau mereka dak tahu, dijelaskan. Masalah e mereka ini dak nak rugi. Harusnya 500 meter ini mereka dapat nanam sawit, mereka dapat duit dari batang sawit, tapi kan kite ade aturan,’’ tukas Nata lagi.

Jadi sambung Nata seharusnya mereka melakukan replating arus sesuai dengan Perda tersebut. ‘’Tapi nanti akan kita imbau untuk mereka menata tempat itu, 500 meter dari bibir jalan, apakah akan dibuat rest area. Atau melibatkan pemuda desa. Jangan takut gara-gara 500 meter takut rugi, yang selama ini untong terus,’’ ujarnya mengenai langkah berikutnya.

Dari apa yang disampaikan Nata, sehubungan dengan perusahaan sawit tidak mentaati Perda Provinsi nomor 19 tahun 17 Tentang Penataan Perkebunan Kelapa Sawit, kiranya wajar para Anggota Dewan Provinsi ini, bersuara kencang, sebab telah melukai nurani mereka sebagai pembuat Perda dan sebagai Wakil Rakyat.

Ini timpal Eka Budhiarta, yang saat wawancara sedang bersama dengan Nata, izinnya dari atas, kewenangan di provinsi dan kabupaten sudah tidak ada. ‘’Makanya kita buat Perda Provinsi, salah satunya untuk di tata. Bukan dak kuang, tapi tolong ditata. Dak gampag muat Perda itu. Aku inisiator e, ‘’ sebutnya.

Selanjutnya, diakhir wawancara Ia mengungkapkan, berkaca dari kelapa sawit,’’ Dari kecik, aku di Kampit itu, gak sawitlah. Jadi dak de untong e. CSR idang Pendidikan dak de. Jangan kan untuk urang luar, idang karyawan die jak leteh. Sulit bagi mereka untuk menyekolahkan anaknya sampai ke Perguruan Tinggi, harusnye kalau yang berprestasi beriklah anak mereka itu beasiswa. Merik 17 Agustus gak Rp 500 ribu,’’ pungkasnya. (Yusnani)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *