Belitung, belitongbetuah.com – Ketua Lembaga Adat Desa Kembiri, Sar’ie, biasa disapa Kik Cer mengungkapkan perusahaan kelapa sawit PT. Foresta Lestari Dwikarya sudah banyak mendapatkan keuntungan, namun sesalnya tidak ada perhatian kepada masyarakat desa.
Ia juga menilai, selama ini masyarakat Kembiri sudah sangat sabar. Padahal HGU terbesar PT. Foresta, lebih dari separuhnya berada di Desa Kembiri.
Menurutnya, selama kurang lebih 30 tahun perusahaan itu berdiri, masyarakat desa setempat sudah cukup sabar meski pun tidak mendapatkan apa-apa dari perusahaan, bahkan sudah banyak janji perusahaan kepada masyarakat yang tidak pernah dipenuhi.
Janji perusahaan kepada masyarakat desa yang tidak diwujudkan ujar Kik Cer seperti bantuan bus sekolah. Untuk keperluan anak-anak sekolah dan bantuan beasiswa bagi anak berprestasi di desa pun tidak pernah ada.
Tidak sampai di situ, bahkan untuk acara kegiatan adat budaya yang selalu digelar setiap tahun seperti maras taun pun tidak maksimal. “Minta Rp 5 juta dibagi Rp 300 ribu. Kadang diberi, kadang susah. Gayal minta e,” tukasnya.
Sebutnya lagi, kehadiran PT Foresta tidak bisa memberikan manfaat lebih pada masyarakat desa setempat, bahkan minyak goreng seliter pun tidak ada.
Berbeda dengan perusahaan-perusahaan sawit pada umumnya. “Perusahaan lain aku lihat ada perhatian. Perusahaan ini tidak ada,” tandasnya lagi.
Yang paling membuat dirinya tak habis pikir, buah sawit dari kebun mandiri masyarakat tidak pernah dibeli oleh perusahaan. Mereka selalu beralasan kualitasnya kurang baik.
Hingga akhirnya buah sawit masyarakat dijual ke perusahaan kelapa sawit yang jauh dari Desa Kembiri, di Jangkang dan Kelapa Kampit Belitung Timur. “ Kalok mimang alasan sawit itu kurang bagus. Ngape perusahaan lain nak ngambik e,” kata Kik Cer geram.
Sehingga Kik Cer menilai, setelah puluhan tahun perusahaan itu berinvestasi di desanya, dengan apa yang mereka dapatkan, sementara perhatian mereka pada masyarakat nihil. Maka sudah sewajarnya masyarakat bersuara atas kekecewaan kepada perusahaan itu.
Bahkan situs makam Aik Labuk yang merupakan pendiri Kota Tanjung Pandan, KA Rahat, saat diminta 5 hektar untuk dikeluarkan dari HGU Perusahaan, hanya diberikan 2 hektar.
“Belum ada aku lihat PT ini ikhlas memberikan kepada masyarakat. Untuk hal seperti itu saja harus ingar sampai sidang ke DPRD baru diberikan,” katanya.
Padahal sambungnya, situs itu sangat berpengaruh besar bagi masyarakat Belitung. Bahkan ia mengaku kerap kali merasa malu, karena makam pendiri Kota Tanjungpandan sekarang letaknya di tempat yang tidak layak.
Tambahnya, ada juga beberapa situs penting lainnya bagi warga Desa Kembiri jaraknya dekat sekali dengan area sawit. Sebut saja makam Tuk Mining, Tuk Banser, Tuk Pancor, dan Telage Moyang Manis.
“Aku malu, masak makam pendiri Kota Tanjungpandan tempatnya tidak layak, padahal tiap tahun ziarah. Buah sawit jatuh di atas makam. Aku pun bersikeras mengeluarkan situs itu dari HGU karena memiliki nilai penting bagi masyarakat Belitung,” pungkasnya. (Arya)
Yuk, ikutin terus perkembangan informasi seputaran Belitong melalui media online belitongbetuah.com atau cukup meng-klik link Fanpage Facebook -nya Belitong Betuah yang selalu menyajikan berita terlengkap seputaran Belitong yang kami update…