41 Persen Penduduk Miskin Esktrem Sangat Kontradiktif: Sebut Isyak Orang Gila di Belitung pun Punya Rumah

oleh -

Belitung, belitongbetuah.com – Dalam Rakor Koordinasi Kemiskinan di Kantor Bappeda Jumat (4/8) lalu menyebutkan sebanyak 41 persen atau 77,043 ribu penduduk Belitung miskin ekstrem, dengan jumlah 21.258 KK. Data tersebut di publish Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) yang bersumber dari BKKBN.

Ditemui pada Sabtu (5/8) Wakil Bupati Belitung, Isyak Merobie mengatakan dirinya sudah mengirimkan pesan kepada Deputi BKKBN dan Kemenko PMK serta meminta review data kemiskinan ekstrem yang mereka rilis. Apakah yakin seperti itu, karena bertolak belakang dengan data yang daerah miliki.

Sebut Isyak, realitanya juga bertolak belakang, mau apa pun itu ceritanya. “ Kami minta sumbernya bisa dipertanggung jawabkan, karena ini melukai perasaan kami yang bekerja keras dan ini memberikan efek dan citra yang tidak baik terhadap Belitung yang sedang membangun pariwisata,” tandasnya.

“Kesannya seakan-akan pariwisata ini bukan membawa dampak positif, tapi justru membawa dampak negatif yakni kemiskinan, yang tadinya hanya under 7 persen, tiba-tiba 41 persen,” tambah Isyak kepada BB.

Sehingga secara terus terang Isyak katakan data tersebut sangat mencederai apa yang sudah diperjuangkan daerah bersama masyarakat.

Baca Juga: Tak Terima 41 Persen Penduduk Belitung Miskin Ekstrem, Sanem Minta Data Diklarifikasi

“Data tersebut telah melukai harga diri masyarakat Belitung. Itu perlu dijelaskan, disitukan ada desil-desilnya. Desil level 1 itu miskin ekstrem, level 2 miskin, level 3 hampir miskin,” katanya.

Kembali Isyak tekankan, bila melihat persentase miskin ekstrem sebanyak 41 persen, data itu tidak masuk diakal. Apalagi sudah sama-sama tahu kriteria kemiskinan itu, sementara di Belitung sulit ditemukan. Misalpun ada mungkin mayoritas paling banyak 3 ribu orang saja.

“Kenapa kita gak pakai acuan data BPS, kenapa harus bikin data-data baru membingungkan semua orang. Kenapa gak pakai satu acuan aja, kenapa kita harus berkali-kali bikin survei, bikin rilis berbasiskan data tersebut dan datanya gak ketemu satu sama lain,” tukasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *