RDP Cukup Alot, Anggota DRPD Belitung Cecar Proyek Food Court

oleh -

Belitung, belitong betuah.com — Maraknya pemberitaan seputar food court yang berada di Jln. Sriwijaya, depan galeri UMKM membuat DPRD Belitung memanggil sejumlah instansi terkait dan pihak kontraktor CV. Wahyu Lestari.

Food Court yang menelan anggaran belasan miliar dari dana APBD itu, jadi bahasan hangat dalam RDP , Selasa (12/12). Anggota DPRD Belitung cecar sejumlah pertanyaan, sehubungan dengan keterlambatan pembangunan tersebut, adanya penambahan anggaran, serta belum adanya izin PBG sementara bangunan itu telah berdiri.

RDP berjalan cukup alot. Dipimpin Wakil Ketua DPRD Belitung, Hendra Pramono (Een), meminta semua pihak untuk menjelaskan secara terbuka mengenai pelaksanaan pembangunannya.

Penyebab masalah keterlambatan yang disebabkan faktor cuaca mengakibatkan bongkar muat di Pelabuhan terkendala, seperti disampaikan Fendi, Direktur CV. Wahyu Lestari, dirasa Een sebagai alasan yang mengada-ada.

‘’Kalau bicara cuaca, kita tahu kapan panas, kapan hujan. Bagi saya, alasan ini mengada- ada, tapi saya terima. Cuma kami di sini, bukan orang-orang yang gampang menerima alasan,’’ tukas Een.

Alasan lainnya yang membuat proyek itu terlambat, kali ini disampaikan Andi selaku Tim Teknis perusahaan itu, lantaran setiap pembelian barang, minta persetujuan PPK terlebih dahulu. ‘’ Yang membuat kami lama, salah satunya, kalau kami belanja harus minta izin dari PPK,’’ ungkapnya, seraya menyebutkan seperti pembelian keramik dan cat.

Kembali lagi ke Fendi, Een juga menanyakan berapa nilai kontrak food court tersebut. Terungkap bahwa nilai kontraknya Rp 11. 850. 895.000. Keterangan ini membuat anggota dewan merasa heran, sebab yang mereka tahu nilai kontraknya hanya sebesar Rp 10,7 M. “ Bagaimana ini bisa terjadi. Tolong dijelaskan,’’ pinta Een.

Diterangkan Andi, awalnya memang kontrak Rp 10,7 M, lalu berubah nilainya. Pasalnya, volume di lapangan dengan di RAB, banyak selisihnya. ‘’ Ada banyak volume di lapangan dari pada yang ada di RAB. Mengapa ada penambahan, karena kalau ngikuti di RAB awal, 100 persen tidak akan jadi,’’ jelasnya.

Terkait adanya CCO (Contrat Change Order), yang membuat penambahan biaya dari RAB sebelumnya, Prayitno Catur Nugroho (PCN) dari Komisi II mengatakan setahu dirinya, yang namanya CCO, kalau kelebihan volume di sebelah kiri, di pindah ke sebelah kanan, dalam konstruksi yang sudah di tetapkan RAB.

‘’Biasanya begitu. Nah, kalau memang ini ada kekeliruan dalam RAB. Saya katakan kekeliruan. Karena sudah sepakat dengan Rp 10,7 Miliar, tiba-tiba dikerjakan, berubah jadi Rp 11 Miliar sekian. Seharusnya, bila ada penambahan biaya, itu kaitannya dengan kenaikan harga barang sewaktu proyek berjalan. Kalau begitu, maka wajib melakukan penambahan. Tapi kalau memang ada konstruksi perubahan volume, pasti ada kesalahan dalam pembuatan RAB-nya,’’ ujar PCN.

Dalam bahasan ini, Een juga mengemukakan, dari pagu anggaran Rp 12 M, pihak kontraktor menawar Rp 10,7 M. Pastinya, lanjut Een dengan nilai segitu, ada perhitungan dan perencanaan yang matang dari pihak kontraktor.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *