Belitung, belitong betuah.com—Bayana, istri Martoni, bersama adik dan kakaknya, terlihat dalam aksi massa yang dilakukan di Gedung DPRD, Selasa ( 9/1/2023).
Hampir 5 bulan sudah, Martoni, Koordinator Lapangan aksi demo masyarakat Membalong, bersama 10 temannya, pergi meninggalkan rumah. Meninggalkan istri dan anak.
Mereka pergi bukan pindah ke kota lain, karena mendapat pekerjaan baru misalnya. Bukan pula seperti Bang Toyib, yang gak pulang- pulang. Mereka kini, tengah berada di balik jeruji besi.
Yang karena ingin memperjuangkan hak masyarakat dengan menuntut 20% plasma dari HGU perusahaan sawit PT Foresta Lestari Dwikarya, dan juga memperjuangkan negara dari kerugian akibat adanya pelanggaran- pelanggaran yang dilakukan perusahaan tersebut. Buntutnya, mereka kini mendekam di Penjara.
Semula, protes masyarakat hanya sebatas pada aksi- aksi demo, lalu diteruskan dengan audiensi- audiensi dengan pihak yang berwenang, supaya ada titik temu. Namun belum juga ada kesepakatan antara kedua belah pihak. Puncaknya, pada 16 Agustus 2023, masyarakat melakukan aksi pengrusakan di Kantor Foresta. Foresta sendiri, sudah sekitar 29 tahun berkebun sawit di Membalong.
Akibat aksi tersebut, 11 orang ditetapkan sebagai tersangka. Aksi pengrusakan itu sendiri dipicu, karena pihak Foresta memanen sawit di luar HGU. Padahal sebelumnya, dari hasil uji petik yang dilakukan oleh Pejabat berwenang, disepakati jangan di panen dulu.
Martoni bersama 10 orang lainnya, sudah beberapa kali melakukan sidang. Sebelum vonis ditetapkan, Forum Perjuangan Masyarakat Belantu ( FPMB) mengadakan aksi damai di Gedung DPRD. Sebagai bentuk solidaritas rakyat mendukung Majelis Hakim PN Tanjungpandan, untuk memberi vonis bebas kepada 11 orang yang mereka sebut sebagai Pejuang Keadilan Membalong.
Ditemui usai aksi massa, Bayana menyatakan harapannya,” Mudah- mudahan kasus ini cepat selesai. 11 orang ini cepat balik ke rumah,” ucapnya.
Harapan itu ada, seperti diungkapkan Heni adik Bayana, yang berada di sampingnya ,” Kami sudah bertemu dengan Pemimpin tertinggi di daerah ini. Bertemu dengan Pak Pj Bupati, dengan Ketua DPRD, Anggota DPRD juga mendengarkan tadi. Jadi mudah- mudahan rencana mereka bisa berjalan dan terlaksana. Jadi, kami minta tolonglah,” tutur Heni.
Saat ditanya bagaimana dengan kebutuhan hidup sehari- hari. Bayana mengatakan, baik dirinya dan penghidupan anak istri 10 orang itu, ditopang oleh warga sekitar.
“ Ade sumbangan seminggu sekali dari orang kampong, seikhlasnya lah,” terang Bayana. Heni menimpali,” Untuk biaya sekolah, misalnya bayar komite, itu patunganlah”.
Bayana dan istri yang lainnya sering berkumpul, mereka saling menguatkan satu sama lain. “ Apa boleh buat, karena sudah terjadi. Kate aku, kita jalani, tunggu prosesnya,” ungkap Bayana.
Heni menyambung, karena mereka yang kerja selama ini hanya suami, sementara para istri di rumah saja, mengurus keluarga, maka ketika dihadapkan pada situasi dan kondisi seperti ini, mereka hanya bisa bertahan.
Khusus Bayana sendiri, diceritakan Heni, kakaknya itu punya penyakit asma. “ Jadi kami, sebagai keluarga, menjaganya. Sekarang, Cuma dia yang jadi tulang punggung keluarganya. Anak mau sekolah. Hari ini mau bayar semester.”
“ Tapi, Alhamdulillah dari pihak keluarga Pak Martoni, dari pihak keluarga kami juga, kami kompak, supaya anaknya jangan sampai putus sekolah. Kemarin dengan tekanan pada dirinya, melihat Bapaknya berada dalam penjara, anaknya masih dapat bikin kami bangga.”
“ Kemarin, IP semesternya sudah keluar. IP nya 3,8, bagi kami ini suatu kebanggaan. Mungkin ini pula yang menguatkan bapaknya “ kata Heni.
Bayana sekarang sudah jauh lebih tegar, meski di awal ia mengaku sulit tidur dan makan tak beraturan. Dan hingga sekarang, masalah ini tak lepas dari pikirannya. Namun katanya, ia tetap yakin sebab pasti ada hikmah di balik semua ini.
Ia juga merasa bersyukur, adik dan kakaknya, selalu menemaninya. Begitu pula dengan pihak dari Keluarga suaminya, selalu mendukung dan menyemangatinya. ( Yusnani)