Belitung, belitong betuah.com— Di tengah aksi massa yang dilakukan Forum Perjuangan Masyarakat Belantu, Selasa ( 9/1/2024), di Gedung DPRD Belitung, beberapa orang perwakilan diminta ke dalam Ruang Bamus untuk melakukan audiensi dengan Pj Bupati Belitung dan sejumlah Anggota Dewan.
Satu diantara perwakilan FPMB terdapat Ricky Guswanda, seorang mahasiswa Universitas Bangka Belitung. Pada kesempatan itu, kepada eksekutif dan legislatif ia meminta untuk memiliki sikap terhadap 11 orang warga Membalong yang kini tengah menunggu putusan vonis dari Majelis Hakim PN Tanjungpandan.
Selain menyarankan melalui petisi, ia juga menyarankan amicus curiae yang artinya sahabat pengadilan atau friends of court. Sebagai pihak yang merasa berkepentingan terhadap sebuah perkara, sehingga memberikan pendapat hukumnya kepada pengadilan.
“ Kedua kami mengharapkan baik Pak Pj Bupati maupun anggota DPRD, untuk bisa memberikan amicus curiae. Praktik hukum semacam petisi juga, tapi dibuat atas nama perorangan atau lembaga, baik itu lembaga Bupati maupun Lembaga DPRD untuk ikut memberikan pandangan terkait masalah hukum terhadap apa yang terjadi,” pintanya.
Menurutnya, pandangan itu bisa meringankan, bahkan memungkinkan untuk di bebaskan. Amicus Curiae sebut Risky ada dalam Undang- Undang nomor 48 tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman, pada Pasal 5, ayat 1 menyebutkan: “ Hakim dan Hakim Konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai- nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat”.
Begitu pula sambungnya Amicus Curiae dapat di lihat dalam UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, pada Pasal 180 ayat 1 menyatakan: “ Dalam hal diperlukan untuk menjernihkan duduknya persoalan yang timbul di sidang pengadilan, hakim ketua sidang dapat diminta keterangan ahli dan dapat pula minta agar diajukan bahan baru oleh yang berkepentingan”.
Dalam hal ini, ia mengatakan,” Bukan mengarahkan, Bapak- Bapak sekalian bisa berpartisipasi memberikan pandangan secara resmi kepada Majelis Hakim, supaya kawan- kawan kita bisa dipertimbangkan untuk bebas,” tuturnya.
Ia menilai 11 orang Pejuang Keadilan Membalong, adalah kepala keluarga yang menjadi tulang punggung keluarga yang sangat berarti untuk kelangsungan hidup keluarganya.
Selain itu, 11 orang tersebut tidak hanya membela masyarakat, tapi juga membela negara dari kerugian- kerugian yang sangat banyak.
Sehingga FPMB mengharapkan 11 orang itu dapat dibebaskan. “ Kenapa tidak dibebaskan,” tanyanya, seraya menambahkan , bila tidak dibebaskan,” Pertama kita sama saja dengan membiarkan pelanggaran- pelanggaran yang dilakukan oleh Foresta. Kedua, ini akan mengancam depresi anak- anak di masa mendatang, karena krisis ekonomi dan krisis kepercayaan”.
Ia melihat, kasus ini, bila dianalisis banyak terdapat pelanggaran- pelanggaran yang merugikan masyarakat dan negara. Karena itulah, ia katakan, “ Itu kalau kita yang paham hukum, tidak realistis, Pak,” tukas Ricky
Sehingga sambungnya lagi, kalau hari ini, bapak- bapak tidak berani meraih hati masyarakat dengan memperjuangkan 11 orang tersebut, atau sesuatu paling sederhanalah seperti rekomendasi Pansus DPRD.
Yang mana menurutnya, Pansus DPRD, itu sesuatu yang paling mungkin. “ Ada sesuatu yang tidak mungkin, tapi realistis bagi masyarakat. Cabut izin Foresta,” ujarnya.
Mencabut izin Foresta sangat realistis menurutnya. Sehingga ia meminta yang realistis jangan dikaburkan, sebab Indonesia negara hukum. Baginya, penting untuk dipertimbangkan, karena jika konflik tidak diselesaikan secara tuntas akan timbul masalah- masalah baru dikemudian hari. ( Yusnani)