Belitung, belitongbetuah.com – Penerbangan di Belitung jauh turun drastis. Dari 15 penerbangan menjadi 5 penerbangan saja. Kondisi tersebut memberikan dampak luar biasa bagi pelaku wisata.
Hal itu di sampaikan Pj Bupati Belitung, Yuspian dalam konperensi pers Kamis (1/2/2024). Lanjutnya, berdasarkan data dari pelaku wisata, terutama perhotelan, tingkat hunian di bawah 27 persen selama 2 tahun terakhir.
“Jadi begitu covid selesai, sampai hari ini masih belum membaik. Berdasarkan informasi yang kami terima, kalau di bawah 30 persen mereka nombok, kita berada di 27 persen bahkan cenderung turun terus,” jelas Yuspian.
Pada saat tahun baru 2024, tingkat hunian hotel hanya 15 persen, berbeda dari tahun baru biasanya yang naik lebih dari 70 persen.
“Walaupun kita lihat tampak terisi penuh tapi sebenarnya yang lain itu tidak terisi dan kita punya daya tampung hotel sampai sekarang itu berada di kisaran 10.600 kamar baik yang bintang maupun non bintang,’’ katanya lagi.
Melihat kondisi tersebut, menurutnya Pemda harus menciptakan sesuatu, sebab bila ditanya mengapa tidak ada penerbangan. Jawabnya pasti selalu tidak ada demand yang mengharuskan atau membuat orang datang ke Belitung.
‘’Kenapa begitu karena memang di Belitung tidak ada atraksi, tidak ada event yang membuat orang ke Belitung atau perlu ke Belitung. Ini seperti telur dan ayam, mana yang duluan. Event duluan baru orang mau datang, atau orang akan mau datang kalau ada pesawatnya,’’ tutur Yuspian.
Karena itu, Yuspian mengatakan, ‘’Kita ingin menggerakkan semuanya sekaligus. Muncullah ide akan melaksanakan Belitong Chinese Internasional Festival (Festival Urang Cina Belitong),’’ imbuhnya.
Seperti Ceng Beng. Event ini ujar Yuspian akan menjadi daya tarik Belitung bagi para peziarah yang akan pulang ke Belitung untuk melakukan ritual sembahyang kubur. Terlebih selama bertahun-tahun tradisi ini dibiarkan terjadi secara alami. Sudah menjadi warisan.
“ Kuburan warga Tionghoa jumlahnya mencapai 11 ribu. Angka itu lumayan besar dan yang masih aktif diziarahi olah familinya sekitar 70 persen,” ungkap Yuspian.
Ia menyebutkan, waktu pandemi covid-19, tradisi tersebut tembus diangka 5 ribu penziarah. Bila diasumsikan dengan 70 persen makam yang masih aktif diziarahi, ada sekitar 7 ribu makam.
‘’Makamnya ada 7 ribu, sementara daya tampung hotel kita 1.600, angkanya sudah jauh melebih. Belum lagi satu kuburan itu tidak mungkin diziarahi hanya 1 orang. Kita mengasumsikan 1 kuburan diziarahi 2 orang saja, maka kita dapat angka 14 ribu orang yang akan datang ke Belitung,’’ terang Yuspian.
Ziarah kubur ada waktu-waktu tertentu, yang durasinya cukup panjang bahkan memakan waktu hampir 1 bulan. Hanya saja ujar Yuspian, kegiatan rutin yang menjadi tradisi masyarakat Tionghoa tidak dikemas dengan baik. Itu berlangsung alami saja, sehingga potensi-potensi ekonomi tidak teperhatikan.
‘’Kami sudah menghitung asumsi potensi ekonomi selama event itu, satu orang yang datang ziarah kalau dia tidak bawa uang Rp. 6 juga gak cukup. Jadi kita asumsikan kalau satu orang membutuhkan data Rp.6 juta, maka potensi ekonomi yang akan berputar di Belitung ada diangka Rp 84 miliar,’’ bebernya.
Nilai tersebut sambungnya, belum termasuk urusan membersihkan kuburan, di mana tarif biasanya berkisar Rp 2 – 5 juta per makam. Yang dari kegiatan ini saja, jika diasumsikan, didapat angka potensi ekonomi sebesar Rp 14 miliar.
Momen ini sebenarnya punya potensi yang besar bagi daerah Belitung untuk mengembalikan keadaan setelah sekian lama sektor pariwisata vakum.
‘’Kegiatan-kegiatan ini nanti harus dibarengi dengan aktivitas yang lain termasuk kegiatan budaya yang ada di Pulau Belitong,’’ pungkasnya seraya menambahkan poinya adalah mencoba menjadi tuan rumah yang baik untuk masyarakat Tionghoa yang melaksanakan tradisi ziarah kubur. (Arya)
Yuk, ikutin terus perkembangan informasi seputaran Belitong melalui media online belitongbetuah.com atau cukup meng-klik link Fanpage Facebook -nya Belitong Betuah yang selalu menyajikan berita terlengkap seputaran Belitong yang kami update…